Battered Woman Syndrome (BWS)

Battered Woman Syndrome (BWS)
  

apa yang dimaksud dengan BWS?
Sindrom merupakan serangkaian gejala yang ada bersamaan, sehingga dapat dianggap menyiratkan kelainan atau penyakit. Menurut Walker (1984) Battered Woman Syndrome (BWS) adalah pola reaksi wanita yang diduga mengalami pelecehan baik fisik dan psikologis yang terus berlanjut oleh pasangannya.
Menurut beberapa psikolog, BWS terdiri atas beberapa komponen, diantaranya adalah:
1.      Learned helplessness: respon terhadap rangsangan yang menyakitkan dimana korban merasa tidak memiliki kendali serta jalan keluar.
2.      Lowered self-esteem: penerimaan terhadap umpan balik yang berkelanjutan dari pelaku mengenai ketidakberdayaan seseorang.
3.      Impaired functioning
4.      Loss of the assumption of invulnerability and safety: hilangnya keyakinan bahwa dirinya  akan baik-baik saja dan kejadian tertentu tidak akan terjadi kepada dirinya sebagai akibat adanya penyalahgunaan dan kekerasan.
5.      Fear and terror
6.      Anger/rage
7.      Diminished alternatives: BWS berfokus terhadap kelangsungan hidup yang di dalam terdapat hubungan dibandingkan mengeksplorasi pilihan keluar.
8.      The cycle of abuse or cycle of violence : pada masa pacaran dan awal pernikahan biasanya sang pria menunjukan perilaku yang baik. Kemudian mulai sering memberikan kritik, pertengkaran verbal, ketegangan yang meningkat hingga serangan fisik ringan. Hal ini kemudian diikuti oleh kemarahan pelaku yang tak terkendali yang mengakibatkan pelaku melakukan pemukulan hingga melukai wanita tersebut. Menurut teori siklus kekerasan, wanita tersebut merasa semakin tegang saat fase pertama, mengalami ketakutan akan kematian atau luka tubuh yang serius selama fase kedua, dan mengantisipasi serangan lain, serta  membela dirinya dengan melakukan pembalasan selama jeda dalam kekerasan.
9.      Hypervigilance to cues of danger: wanita melihat hal-hal yang tidak dikenali oleh  orang lain sebagai bahaya. Dia mungkin melakukan serangan mendadak sebelum pelaku menimbulkan banyak kerusakan.
10.  High tolerance for cognitive inconsistency: BWS sering mengekspresikan dua gagasan yang tampaknya tidak konsisten satu sama lain, yaitu satu waktu ia berkata bahwa ia hanya dipukuli ketika suaminya mabuk, namun satu waktu ia mengungkapkan bahwa ia mengalami kekerasan.
The Relationship of BWS to Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)
Hubungan BWS dengan PTSD adalah bahwa BWS merupakan subkategori dari PTSD yang termuat dalam DSM-III-R sebagai diagnosis klinis. Hal ini dikarenakan BWS menunjukkan perilaku dimana mereka cenderung tetap terisolasi setidaknya 24 jam pertama, dan mungkin beberapa hari sebelum mereka mencari pertolongan. Hal ini serupa dengan korban bencana yang  umumnya mengalami keruntuhan emosional selama 22 sampai 48 jam setelah bencana. Gejalanya seperti  kelesuan, depresi, dan perasaan tidak berdaya. Namun, ada pula wanita yang dapat bekerja secara konstruktif dan efektif di luar rumah, yang menunjukan ketiadaan helplessness.
Role of the Forensic Psychologist in the Assessment of BWS
Peran penting psikolog forensik klinis adalah memberikan penilaian dengan hati-hati terhadap tanggapan seorang wanita yang telah membunuh suaminya. Selain itu, psikolog forensik klinis juga  harus melakukan pemeriksaan psikologis secara mneyluruh seperti sejarah hubungan, sejarah hubungan, sejarah pelecehan, usaha untuk meninggalkan hubungan, dan perasaan wanita tentang korban. Pemeriksaan dilakukan dengan cara yang tidak menghakimi yaitu psikolog harus mencari verifikasi self report melalui rekam medis dan wawancara dengan orang lain.
Berikut ini merupakan daftar tindakan spesifik fisik, seksual, dan psikologis dengan memasukkan item pelecehan psikologis dari Power and Control Wheel dan item kekerasan fisik dari Conflict Tactic Scale : Paksaan dan ancaman (mengancam untuk membunuh atau melukai istri atau anak-anak, mengancam untuk membakar rumah atau mencuri mobil), Intimidasi (menampilkan senjata, memberi kesan yang menanamkan rasa takut), Pelecehan emosional (pemanggilan nama yang memalukan, penghinaan, pembatasan kebersihan diri [mandi, toilet], ketelanjangan paksa), Isolasi (membatasi akses ke surat, TV, telepon, teman, keluarga, akuntansi permintaan), Meminimalkan, menyangkal, dan menyalahkan (menyangkal bahwa pelecehan terjadi, menyalahkan korban karena penyalahgunaan), Penggunaan anak untuk mengendalikan wanita (mengancam untuk menculik atau menyalahgunakan, menyampaikan pesan yang mengancam melalui anak-anak), Penggunaan "hak istimewa laki-laki", dan Penyalahgunaan ekonomi/sumber daya (memerlukan "mengemis" untuk uang, mencuri uang dari pasangan, menghancurkan kartu kredit, mengendalikan akses terhadap transportasi).
Battered Women Who Kill
Para ahli memiliki pandangan yang berbeda mengenai alasan seorang BWS melakukan pembunuhan. Pertama BWS lebih sensitif terhadap bahaya dibandingkan wanita normal lainnya. Kedua, kurangnya pendidikan juga menjadi faktor seorang BWS membunuh pelaku.
Possible Defenses
Dalam kasus di mana BWS membunuh suami atau kekasihnya, dia harus menunjukkan pemaksaan atau setidaknya kegilaan sementara. Terdapat dua pilihan: self defense dan insanity defense. Self defense merupakan pembenaran dari  tindakan BWS sebagai tindakan yang diperlukan untuk melindungi dirinya atau orang lain (biasanya anak-anak) dari bahaya atau kematian lebih lanjut. Sedangkan yang dimaksud dengan insanity defense adalah ketika wanita tersebut tidak dapat membedakan anatar benar dan salah, hal ini disebabkan karena dia secara mental tidak kompeten (mungkin dilukai dibagian  kepala atau didorong oleh perilaku atau suaminya).
Reasons for Use of the Expert Witness
Saksi ahli bertujuan untuk mencari fakta dengan perspektif lain untuk menafsirkan tindakan wanita. selain itu, saksi ahli juga dapat menggambarkan tiga jenis reaksi terhadap trauma, yaitu: distres psikologis atau disfungsi, reaksi kognitif, dan gangguan relasional. Selain itu, saksi ahli juga dapat menggungkapkan strategi yang biasanya digunakan wanita untuk menghentikan kekerasan, yaitu:
1.      Strategi pribadi, meliputi mematuhi tuntutan pelaku, mencoba berbicara dengan pelaku untuk menghentikan kekersan, melarikan diri, bersembunya bahkan melawan secara fisik.
2.      Informal help-seeking, meliputi meminta bantuan tetangga atau orang lain untuk keluar dari pelaku serta meminta orang lain untuk campur tangan agar pelaku berhenti.
3.      Upaya mencari bantuan formal, meliputi menggunakan strategi hokum yaitu dengan cara memanggil polisi, menuntut, mendapatkan pengacara, dan pergi ke tempat penampungan
Cross-Examination
Penuntutan BWS di lakukan dengan cara merendahkan atau mencirikan terdakwa dengan "tidak feminin atau tidak berperahta," "bukan ibu yang baik”. Penggunaan psikolog sebagai ahli diperkenalkan dengan pertanyaan procedural dan etika.
Criticisms Of The Use Of The Battered Woman Syndrome And  The Battered Woman Defense
The battered woman syndrome  (BWS) telah mendapat kritik dari dalam dan luar bidang psikologi. Salah satu masalahnya yaitu perilaku pengacara yang mewakili wanita tersebut ketika diadili. Masalah kedua adalah bahwa pembelaan dapat menyebabkan munculnya kembali emosi yang diungkapkan oleh wanita tersebut selama dan segera setelah pembunuhan tersebut, hal ini berkontribusi pada anggapan budaya bahwa wanita menunjukkan emosi mereka lebih banyak daripada pria dan bahwa respons emosional terdakwa relevan dengan kasus (Jenkins & Davidson, 1990). 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengaruh Timur Pada Psikologi Transpersonal

Tipologi Konstitusional Mazhab Jerman

teori tentang hubungan sikap dan perilaku